Dilema Pemahaman Pasangan Hidup
Kamis, Mei 28, 2015
Akhir-akhir ini di beberapa grup whatsapp yang saya ikuti hampir tidak
lepas dari pembahsan seputar pernikahan. Topik ini cukup mengusik saya, bukan
soal mencari jawaban atas pertanyaan "kapan menikah?" Tetapi lebih kepada
persiapan ilmu yang harus kita miliki untuk memasuki peradaban baru dari sisi kehidupan setiap manusia ini.
Saya cukup sensitif jika ada di antara mereka yang membahas soal
nikah tetapi hanya sebagai bahan candaan, gurauan. Sebab yang saya sesalkan
adalah pembahasan kusir yang seolah hanya untuk menyenangkan perasaan sesaat
mereka saja. Mengatakan tetapi tidak melakukan, bagi saya itu cukup payah! Toh
lebih baik diam.
Sebenarnya ini simple saja, ini
tentang bagaimana seorang perempuan atau laki-laki memahami peran yang akan mereka
jalankan kemudian dengan manajemen keluarga yang baik dan saling memahami.
Saya menyadari perjalanan jauh hingga sampai usia ke 23 adalah
anugerah yang tidak bisa dielakkan, sebab saya telah melampaui beberapa
pengalaman baik dan buruk yang mana di antara keduanya menurut Allah pasti baik
untuk hidup saya. Qadarrallahu wama sya’a fa’ala (Semua ini takdir Allah, Dia mengerjakan apa yang Dia
kehendaki).
Saya pernah mendapat testimoni
bahwa saya adalah perempuan yang dewasa di antara teman-teman yang seusia saya.
Mudah-mudahan itu benar juga dihadapan Allah. Dan jauh sebelum itu saya telah
mempersiapkan mental sebagai seorang istri dan ibu. Entah di usia ke berapa
Allah menyatukan saya dengan pasangan hidup saya. Semoga tidak lama lagi
setelah saya menulis tulisan ini. :)
Sewaktu kuliah,banyak teman perempuan saya yang ketika diusik soal
pernikahan mereka mengatakan belum cukup siap untuk menjalankan peran sebagai
seorang istri. Alasannya mereka ingin membangun karir terlebih dahulu dan mind
set yang ada pada imajinasi mereka adalah menjadi istri sepenuhnya harus di
rumah yang memiliki “ruang gerak” terbatas untuk berkarya. Sebab perhatian
mereka akan sepenuhnya tercurah dalam keluarga, belum lagi alasan karena ingin
sukses di usia muda, ingin sukses ini dalam arti memiliki kekayaan material
yang diharapkan. Sebegitu sulitkah perjalanan untuk menikah?
Namun setelah masa perkuliahan selesai, saya tidak menyangka bahwa
beberapa dari mereka ternyata lebih dahulu “menyebarkan undangan”. Yang katanya
belum siap, ternyata lebih dahulu siap.
Sebagian orang tua memang menginginkan anaknya sukses terlebih
dahulu, pun dengan calon pasangan hidup anaknya, harus sudah mapan, tidak
terkecuali dengan orang tua saya. Seringkali mapan ini disalahartikan, menjadi
bayangan yang menakutkan bagi seorang laki-laki ketika akan mempersunting anak
gadis orang lain. Sebenarnya orang tua hanya butuh pembuktian saja. Rasa khawatir
yang hebat menutupi paradigma sehingga yang berkembang adalah mind set “materealistis”.
Bagi sebagian orang yang memilih jalan ta’aruf untuk sampai ke
mahligai pernikahan tidak cukup hanya membaca dari kacamata HEADLINE NEWS.
Ya, akhirnya saya bisa memberikan sedikit contoh dari gambaran bagi
sebagian lelaki yang mundur lalu berlalu hanya karena mendengar kata MAPAN. Sebab pemikirannya belum sampai ke akar.
Lalu apalagi? Perempuan yang memiliki banyak talenta, aktif
bersuara/berpendapat, mampu memimpin, bisa disimpulkan dalam satu kata yaitu dominan,
akan membuat laki-laki merasa “kalah saing” atau “takut terdominasi”, sehingga testimoni
yang muncul dari lelaki adalah perempuan tersebut “tidak mau ngalah”.
Laki-lak yang merasa “kalah saing” atau “takut terdominasi” oleh calon pasangannya membuat ia mengurungkan niat untuk menjadikannya istri.
Padahal
menurut pembahasan dalam suatu pertemuan liqo dengan
murrobiah saya
“Salah satu rahasia sukses berumah tangga adalah ketika istri mampu mengurangi dominiasi suami”
Ada yang paham dengan kalimat di atas?
Ya, paradigma yang berkembang adalah suami harus dominan misalnya
banyak bicara, banyak mengatur, banyak memutuskan persoalan, bekerja, dll. Tapi
sebenarnya jika beberapa poin dibagi tugas dengan istri bukankah itu namanya
kerjasama dengan manajemen keluarga yang baik? Seperti halnya dalam beberapa
kondisi tertentu istri harus banyak bicara/bersuara, mampu mengatur dan
memutuskan suatu peroalan, dan lain-hail asal tetap menghormati dan menaati
suami serta berada dalam koridor perannya masing-masing.
Bukankah Islam telah mengatur sedemikian rupa peran-peran suami dan
istri yang baik itu seperti apa?
Belum lagi akhir-akhir ini berkembang soal otak kanan dan otak
kiri.
Apakah pasangan yang ideal menurut islam itu hanya berpatok
berdasarkan tipologi otak ? Sepertinya ini pemikiran yang amat sangat sempit.
Belum lagi ada yang menghitug melalui tanggalan Jawa berdasarkan hari lahirnya
atau disebut Weton. Ia harus menghitung diferensiasi agar tak terjadi
simpangan baku yang signifikan!
Sebegitu rumitnyakah? Di sepanjang sejarah islam mengenai mencari
pasangan ideal tidak ada yang menjelaskan hal-hal semacam itu. Yang ada
hanyalah…
Dari Abu Hurairah radliyallahu ‘anhu dari Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam, beliau bersabda : “Perempuan itu dinikahi karena empat perkara, karena hartanya, keturunannya, kecantikannya, dan karena agamanya, lalu pilihlah perempuan yang beragama niscaya kamu bahagia.” (Muttafaqun ‘Alaihi)
Terlepas dari itu semua, bagaimana cara seseorang mencari pasangan
jiwanya, yuk luruskan niat. Jika belum benar-benar mampu membuktikan janganlah
menjadikan pernikahan sebagai bahan candaan atau modus untuk melampiaskan
kesenangan sesaat yang terbangun karena sengaja membangun komunikasi yang salah
kaprah.
Tidak ada pasangan yang ideal. Yang ada hanyalah bagaimana kita
menjadikan kondisi ideal dengan orang yang telah Allah takdirkan di hadapan
kita.
Bukan soal dominasi, bukan soal otak, bukan soal keturunan, bukan soal primbon, dan lain-lain. tapi ini semua hanyalah soal ILMU kita yang belum sampai pada PEMAHAMAN yang MENDALAM tentang arti sebuah pasangan hidup dan arti perani istri atau suami, serta bagaimana kita mampu menjalankan peran itu semua sesuai aturanNya.
Untukmu yang di sana dan untuk jiwa-jiwa yang masih dalam masa
penantian agar segera dipertemukan, jagalah hati, pandangan, dan diri kalian
dari segala macam fitnah.
Sebenarnya, saya ingin membahas lebih detail dan lebih dalam lagi penjabaran mengenai ini semua,
mungkin akan saya sampaikan pada tulisan-tulisan berikutnya.
Yang terbaik pasti akan Allah hadirkan dalam hidup kita jika kita mau merubah hidup kita menjadi yang lebih baik.Let’s Hijrah!
Salam Semangat Perubahan!
0 comments
Pengaturan komentar ini menggunakan moderasi. Harap bersabar ya. Terima kasih atas komentar yang dikirimkan.